Kampung Halaman

Jika ditanya, "Kamu asli mana?", saya bingung mau menjawab apa. Saya campuran Melayu - Jawa, dengan sedikit percikan darah Tiongkok dan Belanda. Saya lahir di Jawa Barat. Dari kecil, saya dan orangtua sudah tinggal berpindah-pindah dari kota ke kota, dari Jawa ke Sumatera dan balik ke Jawa lagi. Setiap kota yang sempat saya tinggali meninggalkan kesan tersendiri buat saya.

Penasaran?

Baca terus ya :)

Saat TK dan SD saya tinggal di Bagansiapi-api. Mungkin pembaca semua pada belum tahu dan masih asing dengan nama kota tersebut. Tapi kota itu memang ada. Letaknya di provinsi Riau, kurang lebih enam jam dari ibukotanya yakni Pekanbaru.

Saya melalui masa kecil saya disana. Di sebuah rumah hangat dan kokoh. Di Bagansiapi-api, tanahnya rawa-rawa, dan di belakang rumah banyak semak dan pepohonan tinggi yang tidak terurus. Kotanya cukup ramai walau tidak ada mall. Tempat membeli baju disana ada di butik dan pasar Pelita. Disana masih banyak tukang becak dan tukang ojek. Mayoritas penduduknya orang tiongkok. Pertokoan, sekolah swasta, minimarket, usaha fotokopi, dll kebanyakan dijalankan dan dimiliki oleh orang tiongkok. Sedangkan orang melayu lebih banyak membuka usaha warung dan kedai.


Inilah teras depan rumah kami dulu. Waktu itu kami masih menyewa, dan adik saya masih begitu kecil. Di depan rumah kami terdapat satu kedai yang menjual kebutuhan sehari-hari. Tetangga sebelah kiri kami adalah seorang bapak yang bekerja di kantor dinas perhubungan, tetapi kini ia sudah pensiun.

Di rumah sewa inilah saya mendapat kenangan buruk. Saya pernah masuk parit dan hampir tenggelam. Jika saja waktu itu ibu saya tidak cepat tanggap, saya mungkin tidak akan mendapat kesempatan untuk mengetik di blog ini.


Ini adalah tampak belakang rumah kami dulu. Terdapat sebuah tower dan pepohonan yang menjulang tinggi. Saat malam, suasananya begitu gelap dan agak mencekam. Terdapat suara katak, jangkrik dan kumbang lain yang saling bersautan. Terkadang di semak belakang datanglah sekawanan monyet. Mereka membuat keributan dan mengganggu masyarakat sekitar.

Bagansiapi-api masih begitu lekat dengan budaya tiongkok. Namun disana masyarakat dengan berbagai jenis agama dapat hidup berdampingan. Di setiap jalan terdapat bermacam-macam tempat ibadah.

Makanan yang paling saya rindui dari kota ini adalah Es Cendol Bahar dan Kwetiau Burhan. Kedua makanan itu sangat recommended dan harus pembaca coba jika suatu hari nanti berkesempatan pergi ke Bagansiapi-api. Sayangnya saya tidak memiliki satu foto pun mengenai makanan itu, waktu itu saya masih begitu kecil dan tidak memiliki ponsel berkamera.

Bahasa yang digunakan orang melayu disana adalah bahasa Bagan. Pasar disana disebut "Pajak". Sebelas dibaca "Seboleh". Dua belas dibaca "Duo boleh". Darat dibaca "Daek". Dua ribu dibaca "Duo ibu". Di akhir kata biasa ditambahkan kata "do", misal "Tak ada do" atau "Gak tahu aku do".

Budaya yang paling saya ingat adalah Festival Bakar Tongkang. Dilakukan rutin setiap tahunnya. Hari itu, jalanan akan penuh dan macet. Semua sibuk merayakan dan menonton pembakaran kapal tongkang itu, tidak hanya orang tiongkok, orang melayu juga ikut meramaikan. Saya juga ikut meramaikan. Saya, kakak saya, dengan ayah. Kami bertiga jalan bareng ditengah lautan manusia.



Sumber foto: Pedoman Wisata

Untuk masalah edukasi, saya menilai Bagansiapi-api masih jauh dibawah pada waktu itu. SD Negeri memang gratis, tapi kualitasnya juga tidak begitu menjanjikan. Guru-guru masih ada yang melakukan kekerasan fisik, seperti menjewer, maupun memukul dengan penggaris kayu. Waktu itu, saya masih kecil hingga tidak mengerti. Namun sekarang saya paham, ada juga pengambilan iuran ilegal dari guru untuk murid yang dihukum.

Ceritanya itu, teman saya yang laki-laki ribut di kelas. Guru olahraga saya itu masuk ke kelas dan menyuruh anak laki-laki itu untuk berdiri di depan kelas. Mereka dipukul pakai penggaris, lalu disuruh membayar sejumlah Rp5000,- per orang sebagai denda. Denda tersebut tidak masuk ke uang kas kelas, namun ke dompet guru tersebut.

Alhamdulillah ibu saya itu pandai mengambil hati guru-guru, dan saya juga juara 1 bertahan saat SD, sehingga saya termasuk murid terpandang dan terbebas dari segala hal buruk diatas itu.


Yang kiri itu wali kelas saya dulu, sedangkan yang kanan adalah guru matematika kesukaan saya.

Foto dibawah ini adalah ruang kelas saya dulu.




Untuk masalah kursus, terdapat kursus sempoa, bahasa inggris, bahasa mandarin, dan komputer. Saya kursus semuanya karena ibu saya sangat mementingkan edukasi diluar sekolah. Karena masalah edukasi jugalah kami memutuskan untuk pindah dari Bagansiapi-api ke Pekanbaru. Pekanbaru memiliki kualitas edukasi yang lebih menunjang dan terjamin.

Karena saya dari luar kota, dan waktu itu pendaftaran ke SMP Negeri lewat jalur online, saya membutuhkan surat pindah rayon, dan surat-surat lain yang pengurusannya rumit dan lama. Kalau mau cepat butuh pelicin yang bernama money. Sudah menjadi rahasia umum ya, sehingga tidak perlu ditutup-tutupi.

Tidak mau ribet, saya memutuskan untuk melanjutkan ke SMP Swasta. SMP Kalam Kudus itu letaknya dekat rumah. Kurang lebih 3 menit dengan motor. Salah satu alasan saya ingin sekolah disana yaitu karena sekolahnya luas (gabungan SD, SMP, SMA) dan hari sekolahnya hanya Senin sampai Jum'at. Sabtu dan Minggu libur.

Saya juga ingin mencoba, bagaimana sih rasanya bergaul dengan teman-teman yang berbeda suku dan agama. Dan ternyata rasanya nyaman. Saya dan mereka saling pengertian. Mereka tidak pernah memaksakan saya dalam pelajaran agama. Dan teman-teman saja memberitahu kantin mana saja yang menjual daging babi, agar saya tidak beli disana. Selain itu, saat puasa, mereka berkata saya keren karena bisa menahan lapar dan haus hingga maghrib.

Saya juga dipertemukan dengan teman-teman akrab saya. Kami masih tetap berteman sampai sekarang, walau sudah berpencar ke pulau yang berbeda. Kami mengusahakan agar tetap ketemuan, minimal di setiap tanggal ulangtahun.



Di Pekanbaru, masyarakat menggunakan bahasa Indonesia biasa. Jarang sekali menggunakan bahasa minang ataupun bahasa melayu. Tempat rekreasi di Pekanbaru yang saya ketahui hanya sedikit, karena saya juga jarang keluar rumah.

Yang pertama ada Alam Mayang, yaitu tempat rekreasi keluarga, terdapat banyak pohon rindang yang memungkinkan keluarga untuk berkemah singkat disana. Disana juga ada kapal-kapalan yang berbentuk bebek untuk jalan-jalan di sungai.





Tempat rekreasi lainnya bernama Labersa. Lokasinya agak jauh dari daerah perkotaan, tetapi jauh lebih menarik dan menyenangkan daripada Alam Mayang. Disana terdapat taman bermain dan juga kolam renang. Saat hari libur, Labersa akan dipenuhi oleh keluarga besar yang memutuskan untuk berlibur bersama, banyak anak-anak kecil tentunya.




Jika hanya ingin cari angin tanpa harus pergi jauh, masyarakat Pekanbaru biasanya menghabiskan waktu mereka di pusat perbelanjaan atau mall. Mall yang paling dekat ke rumah saya adalah Mall Pekanbaru. Biasa disingkat MP.

Di lantai dasar terdapat banyak toko sepatu, swalayan, toko roti, toko baju, dan lain-lain. Yang biasanya saya cari adalah Gramedia yang berada di lantai dua mall tersebut. Foodcourt berada di lantai tiga. Disana terdapat juga Es Teler 77, Texas Chicken, Solaria, dan tempat foto.





Mall lainnya bernama Mall Ciputra Seraya, biasa disingkat menjadi Ciput. Mall tersebut jauh lebih lebar dan megah dibandingkan MP. Konter baju lebih lengkap, dan di lantai paling atas diduduki oleh bioskop XXI. Beberapa tahun belakangan ini, bioskop tersebut di renovasi ulang menjadi lebih fancy.


Sebenarnya masih ada mall lain, yaitu Mall SKA. Namun karena letaknya begitu jauh dari rumah, saya jarang kesana. Apalagi tempat parkirnya agak susah saking luasnya lahan mall tersebut. Sekitar satu tahun yang lalu, dibangun Transmart di Pekanbaru. Hari pertama pembukaan Transmart, eskalator dipenuhi oleh orang-orang. Ramai sekali dan parkiran penuh. Beberapa minggu sebelum saya pindah ke Jawa lagi, ada satu mall baru yang sedang dibangun, yaitu Living World. Saya belum sempat kesana, namun jika saya bisa pulang kampung ke Riau, saya akan berjanji untuk datang kesana.

Kalau mau ke supermarket dengan harga terjangkau, sekalian jalan-jalan, bisa mampir ke Giant. Di bagian depannya terdapat penyewaan scooter.



Ciri khas orang Pekanbaru itu, mereka mencintai kuliner. Saat pagi hari, kedai kopi penuh. Apalagi kedai yang bernama Kim Teng. Terkadang orang-orang sampai harus mengantri agar dapat makan disana. Sedangkan saat malam hari, hampir semua restoran dipenuhi oleh keluarga yang makan bareng. Saya dan keluarga juga sering seperti itu, tapi saat malam minggu saja atau saat senggang. Namun pukul sembilan keatas, perkotaan mulai sepi. Bahkan jalanan yang biasanya ramai menjadi begitu sepi seperti sudah larut malam.


Restoran yang saya rekomendasikan bernama Pitek Lanang. Saya awalnya hanya coba-coba, tapi ternyata masakannya enak dan tempatnya bersih. Saat malam minggu, ada live band yang manggung disana.


Untuk minuman, saya rekomendasikan milk shake yang bernama Yum Yum. Saya paling suka rasa vanilla karena saya suka rasa tersebut. Namun rasa coklat dan rasa lainnya juga tidak kalah enak. Penjualnya anak muda, sehingga ramah dan tidak bikin segan.


Hotel disana juga menyediakan makanan yang tak kalah menarik. Waktu itu saya berulang tahun dan ingin makan spageti.


Hampir di setiap depan rumah orang terdapat pot-pot bunga ataupun pepohonan pendek. Di Pekanbaru banyak dijual kaktus hias seperti foto dibawah ini. Jadi saat waktu itu saya tiba-tiba tertarik untuk merawat kaktus, saya tidak kesulitan mencarinya.


Di Pekanbaru, saya menjalani masa remaja saya. Walau tidak semuanya menyenangkan, tetapi saya bersyukur dapat hidup di kota tersebut. Kini saja sudah beranjak dewasa dan harus pindah ke Jawa. Saya menetap di Tulungagung dan kos di Malang.

Singkat sekali waktu saya menetap di Tulungagung. Mungkin hanya satu bulan, dan tidak banyak foto yang sempat saya jepret karena waktu itu sedang waktunya pendaftaran universitas dan saya harus memfokuskan diri untuk belajar.

Tetapi saya yakin, cepat atau lambat, kota-kota di Jawa akan terasa seperti rumah. Hanya butuh waktu hingga saya terbiasa dengan perbedaan budaya Sumatera dan Jawa yang ada.

Sekian mengenai keunikan daerah tempat tinggal saya dulu sesuai dengan sudut pandang saya sendiri. Terimakasih sudah membaca.


Peluk cium,

Yasmine.

Comments

Popular posts from this blog

Hal yang Membuat Saya Memilih UMM

UMM Bukan Cuma Kampus Lho

Tutorial Mendapat Teman Fangirl / Fanboy